“bagaimana Taiga?”
Saber berdiri di
belakang Shirou yang baru saja selesai menelepon.
“mereka bilang dia
sudah sangat baik. Aku ingin menjenguknya, tapi sebelum itu ada hal yang harus
kuselesaikan.”
“hari ini kita tidak
punya alasan untuk menangkap masternya Rider”
“Saber...” Raung
Shirou kesal.
“jika kita ingin
bertarung, kita harus menunggu lukamu
pulih dulu”
“kau salah, Saber.
Jika kau mempermasalahkan itu, tubuhku pilihan kedua. Aku tidak akan menunggu dia
dan Rider sebelum mereka membuat medan gaya lain”
“kau hanya tidak ingin
jatuh korban lebih banyak daripada kemarin? Tujuanmu bukan ingin mengalahkan
masternya Rider. Kau semata-mata bertarung untuk hal itu?”
“tidak, aku yang akan
mengatasi Shinji. Mengalahkan Rider adalah tugasmu”. Shirou tersenyum. “selain
itu, hal ini sangat logis untuk mencegah lebih banyak korban. Sudah dari awal
itu alasanku bertarung”
“begitu...” Saber
berjalan melewati Shirou. “jika itu yang dikatakan Masterku, aku harus
mengikutinya.”
“Saber!” raung Shirou
lagi.
***
“dan?”
Tohsaka dengan santai
menyeruput teh hijau hangatnya. “ketika kau bilang kau mencari Shinji, kau punya
peluang untuk menang kan, Shirou?”
“peluang untuk
menang....maksudmu mengalahkan Shinji?”
“jika kau mengajakku
untuk menyerang Master lain tanpa peluang untuk menang, maka aku akan
mentertawakanmu”
Shirou tidak bisa
menjawab, malah menggaruk pipinya yang tak gatal.
“ha-ha-ha-ha-ha-ha”
Tohsaka menyipitkan matanya dan tertawa dengan suara datar.
“jika hanya melawan
Rider, itu tidak masalah” timpal Saber yang sedari tadi hanya menunduk
memandang meja. “bahkan Shirou pun tahu, dia sudah pernah bertarung”
“oh, benarkah?”
Shirou menyilangkan
kakinya dan duduk di sebelah Saber. “Rider tidak sekuat Saber. Jika duel satu
lawan satu, aku yakin dia tak akan kalah”
“apa? Jadi kau tahu
kau punya peluang untuk menang” Tohsaka mengambil sekeping biskuit dari atas
meja dan menggigitnya. Shirou dan Saber saling berpandangan, tampak cemas.
Tohsaka yang menyadari
perubahan ekspresi mereka berdua langsung bertanya. “kenapa kalian berdua jadi
terlihat kacau sekarang? Apa ada masalah lain?”
“yah...dengar Tohsaka”
kata Shirou dengan ekspresi serius. “bahkan ketika dalam keadaan terdesak oleh
Saber yang jauh lebih kuat darinya, Rider mampu lolos dengan Shinji.”
“eh?”
“kurasa itu Noble
Phantasm-nya Rider”
Tohsaka mengalihkan
pandangannya, sebelah tangannya menopang dagu. “Jadi tipe Noble Phantasm-nya
Rider unggul untuk kemampuannya sendiri”
“aku tidak bisa
mengkonfirmasi. Tapi secara kategori, itu sama seperti sihir yang kau gunakan,
Rin” ucap Saber menjelaskan”
Tohsaka memakan sisa
biskuitnya. “ini aneh, lalu...pertama, sihir modern bahkan tidak bisa melukaimu”
“ya, sihir yang ditiadakan
oleh sihir yang kuat. Untuk menembus armor, maka diperlukan kemampuan, atau
makhluk dari alam lain”
“pengguna
sihir....apakah maksudmu Rider adalah seorang penyihir, Saber?”
“tidak, aku tidak
merasakan banyak mana darinya. Noble Phantasmnya tidak ada hubungannya dengan
Rider. Ini mungkin bukan Noble Phantasm anti personil seperti pedang atau
tombak”
“noble phantasm anti
personil?” tanya Shirou bingung.
“pada akhirnya,
pedangku adalah senjata yang digunakan untuk ‘mengalahkan orang’. Tidak perduli
seberapa kuat mana atau kutukan yang dimilikinya. Penggunaannya tidak akan
pernah melampaui tingkat anti personil”
“lalu, Noble
Phantasmnya Rider...”
“...mungkin ditingkat
anti militer” timpal Tohsaka. “tidak masalah jika lawannya adalah orang atau
batu besar. Aku akan menyederhanakannya, Noble Phantasm anti personil seperti
senjata dengan amunisi tak terbatas, sedangkan Noble Phantasm anti militer
seperti rudal sekali tembak”
“tunggu, pistol tidak
cocok untuk rudal – oh ya!” seru Shirou tiba-tiba “kita melawan Rider, hanya
perlu mengalahkannya sebelum dia menggunakan Noble Phantasmnya”
Tohsaka bertepuk
tangan. “bingo, semakin lama bertarung ,semakin sulit kita menang. Kalau
begitu....” dia lalu bangkit dan berjalan menuju pintu. “maaf, tapi aku tidak
akan berpartisipasi dalam mencari Shinji. Aku ada urusan yang harus aku urus.
Kuharap hasil yang baik darimu”
***
Saber dan Shirou sekarang
ada di depan rumah Shinji. Saber menjulurkan kedua tangannya ke depan dan
berkonsentrasi.
“dia tidak kesini”
Shirou menatap rumah
Shinji. “berdasarkan kepribadiannya, hal pertama yang akan dia pikirkan adalah
balas dendam ke kita”
“jadi maksudmu Master
Rider akan membuat medan gaya lain?”
“tidak perlu diragukan
lagi. Besaran medan gaya besar, seharusnya kita tahu jika ada didekat kita.
Yang kita harus cari bukan Shinji”
“tapi medan gayanya.
Aku terkejut. Mengesankan, Shirou”
Shirou tampak
tersinggung melihat wajah Saber yang terkejut. “hei, aku tidak selalu bertindak
tanpa berpikir. Ayo, jika Shinji membuat medan gaya, maka akan berakhir di
distrik Shinto, bukan disini”
“kau yakin Shirou?”
Shirou yang sudah
berlari langsung berhenti.
“ini rumah Sakura,
bukan? Kita jangan sampai membiarkannya tahu, kita disini?”
Shirou memandang ke
jendela lantai dua, tempat kamar Sakura berada. “iya, jangan! Aku tidak mau
Sakura terlibat dalam pertempuran”
***
Mereka berdua
berkeliling kota dan memeriksa setiap gedung dan tempat yang ada, bahkan
orang-orang yang lewat sampai memandang mereka penuh keheranan. Tapi pencarian
mereka sampai sekarang belum membuahkan hasil.
Shirou tiba-tiba
mengerang pelan dan bertumpu pada kedua lututnya. Saber langsung berlari
menghampirinya dan menariknya ke suatu tempat.
Ternyata Saber
menariknya ke sebuah bangku di taman. Meskipun Shirou menggerutu, Saber
berhasil memaksanya untuk duduk.
Shirou berusaha berdiri,
tapi pandangannya bergoyang sesaat. “apa yang...”
“kau sekarang sadar
keadaan tubuhmu, Shirou. Kau masih belum pulih, kau terlalu memaksakan diri”
“maaf. Aku hanya perlu
istirahat sebentar, jadi tunggu sebentar”
Saber akhirnya
menyerah dan ikut duduk disamping Shirou. “jika kau hanya ingin beristirahat,
maka akan kutemani. Istirahat adalah bagian dari pertempuran”
Mereka berdua duduk
dalam keheningan, sebelum tiba-tiba Saber bergeser ke samping hingga pundaknya
menyentuh pundak Shirou. Wajah Shirou langsung memerah.
“Shirou, mukamu lebih
pucat dari yang tadi” komentar Saber sambil mengamati wajah Masternya
lekat-lekat.
Dengan panik Shirou langsung
bergeser menjauh. “aku tidak terkejut atau apapun disini!”
“terkejut?”
“e-ah, tidak”
“akan lebih baik jika
kau berbaring, tapi tempat untuk berbaring disini”
Saber menoleh kearah
lain. Tak jauh dari mereka, ada sepasang kekasih duduk di bangku lain. Sang
lelaki tidur2an di atas pangkuan wanitanya. Saber langsung menoleh kepada
Shirou yang wajahnya mendadak pucat lagi.
Saber menepuk
pangkuannya. “Shirou, jika kau mau, silahkan berbaring disini”
“A-aku tak apa!!
Tenang saja, aku seperti ini saja” Shirou langsung berbalik memunggungi Saber
dan menjadikan salah satu lengannya sendiri sebagai bantal. Dia tidur sambil
duduk.
***
Shirou kembali
bermimpi tentang masa kecilnya, waktu dia pertama kali bertemu ayah angkatnya.
Shirou menarik napas
dan terbangun kaget. “aku....tertidur?” tanyanya sambil mengucek-ngucek
matanya.
“ya, sekitar satu jam”
Saber masih duduk disampingnya, menatap lurus kedepan.
Shirou protes kenapa
dia tidak membangunkannya saja.
“istirahat sangat
diperlukan”
Shirou menghela napas
dan bangkit berdiri. “aku tahu kondisi tubuhku penting. Tapi jika kita ingin
beristirahat, ada tempat yang lebih baik”
“Shirou, apa tempat
ini memiliki kenangan untukmu?”
Shirou menoleh kepada
Saber. “oh ya. Sepertinya aku belum menceritakan ini kepadamu. Dulu aku tinggal
disini. Terjadi kebakaran besar, orang tuaku...dan rumahku habis dilalap api.
Saat itu ayah menyelamatkanku dan aku menjadi anak angkatnya. Kudengar tempat
ini adalah tempat pertarungan terakhir. Korban dari tempat ini sekarang menjadi
Master...sungguh ironi”
“Shirou...apa itu
alasanmu ingin mencegah jatuh korban lagi. Karena kau korban dari perang Holy
Grail, kau tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama sepertimu”
“kurasa hal itu
sederhana saja. Sepuluh tahun lalu, ketika ayah menyelamatkanku dari tempat
itu...aku sangat senang. Tapi, aku merasa khawatir karena hanya aku yang
diselamatkan. Meskipun banyak orang yang ingin diselamatkan. Tapi hanya aku
yang ditolong. Jadi...jika aku ingin membalas mereka yang sudah meninggal,
setidaknya, aku harus mencegah hal itu terjadi lagi. Jika hal itu terjadi lagi,
maka aku sangat tidak mampu membalas mereka yang telah meninggal”
“kau tidak berniat
untuk menyelamatkan diri kan? Kau memprioritaskan orang lain. Itu juga sangat
terhormat, tapi suatu hari nanti, kau akan menyesal. Shirou, kau harus lebih
berhati-hati!”
Shirou hanya bengong
menatap Saber.
“ayo, tetap disini
akan membebanimu”
***
Mereka sedang di sekitar
bangunan utama ketika tiba-tiba mereka merasakan ‘sesuatu’.
“Shirou!”
Shirou mengangguk pada
Saber. “ah, apa itu dekat?”
“tidak, jaraknya masih
agak jauh. Selain itu, kita sedang diawasi. Mereka jelas menantang kita. Aku
akan melacak mananya. Hati-hatilah, Master”
Mereka berjalan di
sebuah gang gelap dengan hati-hati. Shirou tiba-tiba berhenti.
“Saber, hati-hati! Ada
yang aneh..”
“ya...selain itu...”
Saber mendongak dan
langsung melompat, menepis sesuatu yang mengarah kepada Shirou.
Beberapa meter diatas
mereka, Rider menempel terbalik pada sebuah bangunan tinggi, seperti seekor
cecak.
Setelah meminta Shirou
untuk menunggu disana, Saber langsung melompat tinggi, berganti pakaian dengan
armornya di tengah-tengah udara. Shirou yang tak bisa diam tentu saja langsung
menyusul naik.
Saber agak kewalahan
melawan Rider, karena tidak seperti Rider yang bisa berdiri miring dengan santainya,
ia harus melompat dan berpegangan pada apapun yang bisa digapainya. Mereka
terus naik sampai ke atap.
Sementara itu Shirou
tentu saja naik dengan cara yang sangat manusiawi : pakai lift. Sayangnya
sebelum sampai ke tempat yang dituju, liftnya mendadak berhenti. Sambil
menggerutu, Shirou berlari keluar lift dan mencari tangga keatas. Tanpa dia
sadari, Ilya dan sesosok makhluk tinggi besar berotot dengan mata merah
berkilat mengawasinya dari kegelapan.
***
Saber menutup matanya,
sebab mendadak ada sinar putih menyilaukan di depannya. Samar-samar dia bisa
melihat sebuah sayap besar putih bersih mengepak anggun, dan juga ringkikan
seekor kuda yang sama putihnya dengan sayap tadi.
Saber membelalakkan
matanya. Tepat diatasnya, Rider sedang menunggangi seekor pegasus putih
bercahaya.
Rider tertawa kecil.
Dia membungkuk sedikit dan pegasusnya maju menukik kearah Saber. Saber dengan
cepat segera menebas pedang tak terlihatnya, pusaran angin terbentuk
disekitarnya. Tapi Rider dan tunggangannya mampu menghindar dengan mudah.
Saber menggertakkan
giginya. “kemampuan yang setara dengan sihir...itu adalah makhluk khayal
legendaris?!”
Pegasus itu melesat
dengan anggun keatas, dan kembali menukik kearah Saber lagi. Sementara itu
Shirou tampak ngos-ngosan sambil berlari menaiki tangga.
Saber terpental
kebelakang. Dia kembali berdiri beberapa detik kemudian, menatap kesal pada
Rider yang terbang diatasnya.
“kau terkejut...kau
jauh lebih kuat dari kelihatannya” komentar Rider santai.
“untuk membawa keluar
makhluk mitologis...dosamu sangat besar, Rider?”
“aku tidak lebih dari
musuh manusia. Sehingga, hal yang bisa kulakukan hanya mengendalikan mahluk malang
yang telah diusir!”
“oh, begitu...aku tahu
kau adalah tipe unvirtuous. Bahkan, kau tidak memiliki jiwa heroik”
“kutuklah dirimu
sebanyak yang kau bisa. kau bahkan tidak bisa menyentuh makhluk ini”
Saber berhasil
menghindari serangan Rider selanjutnya. Saber berencana untuk terus bertahan
hingga Rider kelelahan sendiri. Tetapi tiba-tiba pintu menuju atap terbuka,
Shirou muncul disana, terengah-engah. Hancur sudah rencana Saber.
“Shirou, kenapa?”
teriak Saber. Tiba-tiba terdengar suara tawa melengking dari suatu tempat.
“Shinji!” geram Shirou.
“apa kau lihat, Emiya?
Inilah perbedaan antara kau dan aku!”
“Dimana kau, Shinji?!”
“ini akan menjadi
akhir untukmu dan servantmu. Jangan khawatir, kita bukan orang asing. Aku akan
membunuh kalian tanpa rasa sakit. Lakukan, Rider. Mulailah dari wanita itu.
Jangan ragu melakukannya?”
Pegasus Rider memekik
nyaring. Shirou, tanpa pikir panjang langsung lari menghampiri Saber, yang
tentu saja tampak tidak senang sama sekali.
Saber menggertakkan
giginya dan kembali memandang Rider yang sedang menukik kearahnya. Saber
mengangkat pedangnya, dan memegangnya erat-erat di depan tubuhnya. Pedangnya
bercahaya dan angin kencang berhembus ke segala arah.
Shirou berhenti
berlari, tak mampu melewati angin kencang itu.
Rider melayang-layang
diatas, tersenyum. “ini akan berakhir menyenangkan, Saber” Dia merunduk dan
mengelus-elus leher pegasusnya. “karena Noble Phantasmku terlalu kuat, banyak
orang akan melihat jika aku menggunakannya”
Tangan Rider
bercahaya, sebuah tali kekang emas mendadak muncul di tangannya. “tapi, aku
tidak perlu takut karena disini tidak akan terlihat”
“Jadi itu Noble
Phantasmmu, Rider?”
“ya...kuda ini terlalu
lembut dan tidak cocok untuk pertempuran. Jika aku tidak ‘menggunakannya’, ia
tidak akan berminat”
Rider menghentakkan
tali kekang emasnya. Pegasusnya meringkik nyaring, warna matanya berubah
menjadi merah sekarang. “lenyaplah, Saber!”
Pegasus menukik kearah
Saber lalu terbang tinggi lagi. Saber menutup kedua matanya, pedangnya masih
bercahaya dan angin kencang masih berhembus. “badai...”
Pusaran angin besar
terbentuk sampai ke langit. Pegasus yang terbang tinggi berputar dan menukik
kembali ke arah Saber dengan kecepatan tinggi.
Saber membuka matanya
kembali. “Rider!”
Pegasus masih menukik
kebawah, jaraknya semakin dekat. “Bellerophon!” raung Rider.
Saber menggerakkan
pedangnya ke samping. “kau bilang tak seorang pun akan melihat jika aku
menggunakannya disini. Aku mengerti!
Disini aku tidak perlu mengkhawatirkan bumi akan terbakar!”
Sebuah pedang emas
berkilau muncul di tangan Saber. Saber mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. “Ex....calibur!!”
ketika dia menebasnya, sebuah bola api seukuran komet raksasa melayang naik,
langsung menghantam Rider dan pegasusnya. Rider sama sekali tidak bisa
menghindar, dia menengadah, penutup matanya hancur berkeping-keping. Setelah
ledakan menghilang, Rider dan Pegasusnya lenyap tak berbekas.
Tohsaka bahkan bisa
melihat ledakan itu dari tempatnya berada.
Dia sedang berdri di luar pagar
rumah keluarga Shinji. Matanya menatap ke jendela di lantai dua, wajahnya
tampak sangat sedih. Sementara itu, Sakura berdiri di depan jendela kamarnya
yang tertutup. Matanya menatap keluar jendela, tampak kosong. Bibirnya bergerak
menggumamkan sesuatu.
Shirou masih tak
bergerak dari tempatnya berdiri. Dia memandangi pedang keemasan Saber yang
berkilau terkena cahaya bulan.
Perhatian Shirou baru
teralih ketika dia mendengar Shinji menjerit. Rupanya selama ini dia
bersembunyi tak jauh. Buku sihirnya terbakar sendiri.
Dia segera melarikan diri
ketika Shirou melihatnya. Shirou yang bermaksud mengejar, berhenti mendadak
ketika mendengar suara terjatuh dibelakangnya.
Saber jatuh
tertelungkup dilantai, tidak bergerak. Armor dan pedangnya bercahaya, dan
terurai menghilang. Wajahnya tampak pucat keringatan, dan napasnya pendek dan
cepat.
Shirou segera berlari
kesisinya dan membalikkan badannya. Tidak perduli berapa kali Shirou
memanggilnya, Saber tetap tidak sadarkan diri.