Ternyata bukan hanya Dadan saja, seluruh anak buahnya juga datang. Dogra menghampiri Luffy yang terluka cukup parah. Dia bertanya dimana Sabo?
Luffy:”Sabo telah pulang kerumahnya. Dia tak ada disini”
Bluejam tampak tidak senang. Dia memandangi Ace dan yang lain. Ace balas memelototinya, Magra berusaha memegangi anak itu agar dia tidak berbuat macam-macam.
Bluejam:”jadi kau monyet gunung dari Mt.Colbo!”
Dadan:”aku adalah seorang bandit gunung, Dadan! Aku tak tahu apa masalah kalian, tapi sebagai orang tua asuh mereka, aku tak bisa tinggal diam”
Bluejam tampak gelisah, karena sekarang dia tinggal seorang diri (semua anak buahnya pingsan).
Dadan:”meskipun aku bukanlah orangtua kandung mereka...aku takkan membiarkan seorangpun menyakiti anggota keluargaku! Sebaiknya kau menyerah saja. Jika kau melawan, aku takkan segan lagi!”
Dadan dan para anak buahnya memasang tampang garang. Bluejam terdiam sesaat, lalu dia tersenyum,”coba saja!”
Dadan melangkah maju. “Jadi itu maumu...baiklah...”. Bluejam dan Dadan saling pelototan selama beberapa saat, dan...kemudian....Dadan dan anak buahnya pun mengambil langkah seribu alias kabur...(loh kok?!).
Salah seorang anak buah Dadan menggendong Luffy pergi. Tetapi Magra dan Ace sama sekali tidak beranjak dari tempat mereka berdiri. Magra berusaha menarik Ace untuk segera pergi dari sana, tetapi anak keras kepala itu menolak.
Ace:”aku...tak akan lari!”
Dogra:”bicara apa kau ini Ace?! Jangan bertarung melawannya! Bluejam adalah orang yang paling kejam! Dia bukanlah lawan yang sebanding untuk bocah sepertimu!”
Luffy meronta-ronta, dia ingin membantu Ace bertarung. Dadan yang awalnya ingin melarikan diri, ternyata kembali lagi.
Dadan:”kalian semua...cepat bawa Luffy pergi dari sini! Aku yang akan membawa pulang Ace!”
Para anak buahnya memandanginya.
Dadan:”Cepat pergi!!!”
Para anak buahnya serentak berlari sambil membawa Luffy. Salah seorang diantara mereka meminta agar Dadan pulang kembali dengan selamat.
Api semakin membesar dan membumbung tinggi.
Bluejam:”seorang wanita dan anak kecil. Jika kalian terlalu percaya diri, itu sama saja dengan bunuh diri! Hanya yang terkuatlah yang akan bertahan hidup! Keberanian saja tidak cukup”
Dadan dan Ace menyerang bersamaan...bagaimana kelanjutannya?...kita lihat nanti...
Para penghuni Gray terminal menangis. Api sudah semakin membesar dan mengelilingi mereka, sama sekali tidak ada jalan keluar lagi.
Dan tiba-tiba, ada hembusan angin yang sangat kencang. Saking kencangnya, angin itu sampai memadamkan api sehingga terbentuk semacam jalan keluar menuju laut. Mereka sangat senang dan berbondong-bondong melewati jalur itu. Diujung jalur, ada sebuah kapal yang ternyata adalah kapal kelompok revolusionis. Ivankov, Kuma dan tentu saja Dragon, dan beberapa orang lain ada diatas kapal itu.
Ivankov:”kejam sekali membakar tempat yang masih dihuni manusia! Tapi bagaimana kau bisa mengetahui kejadian seperti ini di kota sampah East Blue? Apa ada sesuatu yang spesial di kota ini?”
Dragon:”kota ini adalah contoh bagaimana masa depan dunia nantinya. Dimana tak ada kebahagiaan didunia. Dimana segala sesuatu yang menghalangi akan dibuang begitu saja. Suatu hari nanti aku yang akan merubah dunia ini!”
Dragon teringat dengan Sabo. “dikota menyedihkan seperti itu, masih terdapat anak yang ingin hidup bebas”. Dragon berdiri di samping kapal, dia mengangkat kepalan tangannya. Para penduduk Gray terminal memandanginya dari bawah.
Dragon:”siapapun yang ingin bertarung bersama untuk kebebasan...Naiklah kekapal ini!”
Para penghuni Gray terminal tersenyum lebar, mereka bersorak riang menyambut ajakan Dragon.
Sementara itu, orangtua Sabo menghubungi polisi militer untuk membantu mereka menemukan Sabo.
Keesokan paginya...
Luffy memaksakan diri untuk berjalan dan keluar dari rumah. Dia ingin mencari Sabo. Tapi, sampai didepan rumah dia malah ambruk. Magra buru-buru menghampiri anak itu dan menggendongnya masuk kedalam.
Dogra berkata ada banyak polisi yang sedang memeriksa sisa-sisa pembakaran di Gray terminal. Jika seandainya ada yang masih hidup, mereka pasti akan dibunuh. Luffy menangis. Dia sangat ingin bertemu dengan Ace.
Di Gray terminal, para polisi militer sedang sibuk membersihkan sisa-sisa pembakaran. (apinya sudah padam semua). Salah seorang dari mereka bertanya kenapa tidak begitu banyak mayat yang berserakan?
“mungkin tulang-tulang mereka pun juga habis dilalap oleh api.”
Sementara itu, Sabo sudah sadar dari pingsannya. Dengan susah payah dia berusaha berdiri.
Para polisi dan tentara berjaga-jaga di sekitar pintu gerbang sambil membawa foto Sabo. Sabo mengintip dari balik dinding.”Mereka ada dimana-mana!”. Tiba-tiba, pundaknya ditepuk dari belakang oleh seorang tentara. “Sudah cukup bermain-mainnya nak!”
Sabo terlempar karena pukulan ayahnya. Ayahnya berkata percuma saja dia mencoba untuk lari, karena semua polisi militer sudah memiliki fotonya. Ayahnya memerintahkan dua orang polisi yang mengantarkan Sabo untuk bekerja padanya untuk mengawasi Sabo.
Ayah Sabo:”Sabo, kau harus mengurung dirimu sendiri di kamar ini dan belajarlah untuk menjadi seorang bangsawan yang baik!”
Sabo:”tidak mungkin!”
Ayah Sabo:”seperti yang kubilang sebelumnya, aku bisa melakukan apa saja pada mereka. Nyawa mereka ada ditanganku sekarang. Kau sudah mengerti kan?”
Sabo gemetaran, dia sama sekali tidak bisa melawan ayahnya. Ayahnya menaruh kedua tangannya di pundak Sabo dan tersenyum. “Kau pasti sudah mengerti bukan dan belajarlah dengan rajin seperti Stelly. Dan...dengan begitu kau bisa membuat ayah dan ibumu bangga telah melahirkanmu ke dunia ini! Dan kaupun juga akan berbahagia! Benar begitu bukan?”
Sabo menunduk diam. Tak lama kemudian, adik angkat Sabo, Stelly masuk. Ayahnya memeluknya dan berkata dia akan membelikan beberapa baju mewah untuk Stelly untuk acara penyambutan besok. Mereka berdua beranjak pergi, meninggalkan Sabo yang masih duduk diam di lantai. Anak itu menangis tanpa suara.
Hari-hari kelabu Sabo dimulai. Setiap hari dia harus belajar didalam kamarnya yang tertutup (bahkan jendelanya pun dipaku dengan palang kayu). Bahkan didekat pintu masuk kamarnya, dijaga oleh polisi yang disewa ayahnya waktu itu. Sabo tidak henti-hentinya memikirkan kedua saudaranya. Dia ingin sekali bertemu dengan mereka berdua. Tapi dia tahu, hal itu hanya akan membuat mereka berdua dalam bahaya. Sabo melangkah mendekati jendela, ia memandangi burung-burung yang terbang bebas dilangit. Ia bertanya-tanya, apa artinya kebebasan? Dan dimana ia bisa menemukannya?
Pintu kamarnya terbuka, salah satu dari dua polisi masuk. Rupanya mereka ingin bertukar jaga. Mereka membicarakan tentang upacara penyambutan Tenryubito yang akan diadakan besok pagi, seluruh warga akan berkumpul di pelabuhan. Mereka juga mengeluh kenapa mereka malah harus menjaga seorang anak kecil di hari yang penting seperti itu. Sabo mendengarkan semua percakapan mereka dengan seksama.
Keesokan paginya, seluruh penghuni rumah Sabo pergi ke pelabuhan untuk upacara penyambutan. Yang tinggal hanyalah Sabo dan salah seorang dari polisi penjaganya. Seperti biasa, si penjaga menjaga Sabo sambil terkantuk-kantuk. Sementara itu, Sabo entah kenapa tampak sangat bahagia hari ini. Dia sedang sibuk menulis sesuatu di secarik kertas. Apa itu surat?
Semua toko di kota tutup. Jalanan tampak lengang. Dan seluruh kota juga sudah dihias dengan indah. Semua warga kota berkumpul di pelabuhan. (Mereka bahkan menggelar karpet merah, euh...). Seorang polisi yang sedang berjaga menerima kabar lewat Denden Mushi bahwa kapal pemerintah dunia akan tiba beberapa menit lagi.
Para warga tampak sangat antusias. Tetapi mereka terkejut ketika melihat sebuah kapal kecil berlayar menjauhi pelabuhan.
Polisi penjaga berteriak meminta kapal itu untuk segera kembali. Seorang lelaki bangsawan melihat melalui teropong kecilnya. “Ada seorang anak kecil di kapal itu!”. Ayah dan Ibu Sabo, yang juga berada disana, tampak terkejut. Mereka saling memandangi satu sama lain. Ayah Sabo berkata itu tidak mungkin, sebab sudah ada orang yang menjaga Sabo. (tahukah anda paman? Kalau cuma satu orang polisi sih gak akan bisa menghentikan anak nakal itu). Ayah Sabo juga melihat melalui teropongnya, dan ternyata anak kecil yang menaiki kapal itu memang benar anaknya sendiri!
Seorang lelaki berteriak bahwa itu adalah kapal miliknya. Seorang warga berkata bahwa kapal itu memakai bendera hitam khas bajak laut. Yang lain berkata masa anak kecil menjadi seorang bajak laut?
Kapal pemerintah dunia semakin mendekat. Polisi penjaga kembali berteriak meminta Sabo untuk kembali. Sabo menoleh dan tersenyum. “Yang paling kutakutkan didunia ini adalah kembali kekota itu...dan menjadi orang yang tak berguna. Aku takkan pernah kembali!”.
Dogra, yang ternyata berada tak jauh dari sana, terkejut melihat Sabo ada diatas kapal itu. Kapal pemerintah dunia sekarang sudah terlihat jelas. Sabo membelokkan kapal kecilnya agar tidak menabrak.
Para warga bersorak dan melambai-lambaikan bendera kecil dengan lambang pemerintah dunia. Sang Tenryubito, yang ada diatas kapal, melihat kearah kapal kecil yang ditumpangi Sabo. Di bertanya pada pengawalnya apa itu yang ada disana. Pengawalnya berkata sepertinya itu kapal nelayan.
Sabo, yang berlayar tepat disamping kapal pemerintah dunia, mengagumi ukuran kapal itu. Tanpa diduga, Tenryubito menembak kapal yang ditumpangi Sabo dengan meriam. Dogra berteriak kaget, begitu juga dengan para warga kota yang lain.
Tenryubito:”sungguh tidak sopan sekali!”
Warga kota tampak ketakutan dan tidak percaya, Tenryubito tega menembak kapal yang ditumpangi oleh seorang anak kecil!
BERSAMBUNG... ... ...
0 komentar:
EMOTICON :
Posting Komentar